 |
| Mengenal Perjudian Porkas dan SDSB, Undian Lotre yang Resmi di Indonesia Pada Zaman Orde Baru |
Budaya undian atau lotre memang sengat marak di negara-negara maju. Mulai dari Jepang sampai negeri paman Sam Amerika. Bayangkan saja, mulai dari perlombaan bola sampai e-sport bahkan ada lotrenya tersendiri. Memang bukan hal aneh sih mengingat apabila di sana lotre menjadi sebuah hiburan, tapi tak di Indonesia sebab tak sesuai dengan tradisi dan tradisi bangsa.
Namun siapa yang menduga apabila undian seperti lotre dahulu sempat jadi hal yang sah di Indonesia. Pun beberapa dana undian diperuntukkan untuk pembangunan. Tentunya segala menurut cara kerja sehingga sistemnya tak sama dengan perjudian. Lalu bagaiamana cerita lengkapnya? Simak review berikut.
Porkas sebagai salah satu judi besar yang ramai diminati warga Indonesia
Siapa sangka apabila dahulu Indonesia juga sempat mengalami masa di mana undian yang cenderung pada judi menjadi hal yang sah. Memang apabila yang seperti ini sejatinya telah ada semenjak zaman penjajahan, tapi demikian judi serupa lotre akibatnya dicabut pada masa kepemimpinan Soekarno. Alasannya satu, lantaran diukur merusak akhlak dan merugikan masyarakat.
Tetapi siapa sangka tahun Desember 1985 timbul lagi sebuah undian skala nasional yang mengaplikasikan insting dan kemujuran untuk memenangkannya. Berdasarkan sebagian kajian, Porkas sendiri diukur bukan sebuah judi namun murni undian apabila dipandang dari sistemnya. Walaupun banyak yang sejatinya tak sepakat dengan hal itu, tentu segala tergantung pada anggapan masing-masing.
Inti dari Porkas merupakan memastikan hasil akhir perlombaan
Menjamurnya Porkas waktu itu malahan lahir dari undang-undang sah No 22 Tahun 1954 mengenai undian. Demikian bahkan hukum yang mengikatnya, pasalnya tak seperti lotre yang dapat dibeli siapa saja dan dari kalangan mana saja, tapi mesti melalui prasyarat khusus. Salah satunya, Porkas tak dipasarkan di areal pedesaan dan tempat-tempat miskin, namun cuma tingkat kabupaten.
Malahan demikian mereka yang membelinya, cuma boleh dari kalangan 17 tahun ke atas. Bedanya Porkas ini dari lotre umum merupakan cuma menebak M-S-K ( Menang-Seri-Keok), jadi kita dituntut untuk “meramal” hasil dari 14 regu yang waktu itu beradu tanding. Hasil yang dikumpulkan bahkan tak main-main, hingga Rp 11 Miliar yang nantinya uang hal yang demikian dibagi ke KONI, PSSI dan institusi yang terlibat lainnya.
Porkas sudah punah, karenanya terbitlah Donasi Gemar Sosial Berhadiah
Lantaran sebagian alasan, Porkas akibatnya berganti nama sebagian kali. Mulai dari SOB (Donasi Olahraga Berhadiah) dan TSSB (Pedoman Donasi Sosial Berhadiah), kemudian diganti menjadi SDSB (Donasi Gemar Sosial Berhadiah). Tetapi demikian intinya konsisten sama, untuk memastikan hasil akhir dari perlombaan atau liga bola.
Kupon dari undian baru yang satu ini bahkan dibagi menjadi dua, seharga Rp 5000 dan Rp 1000 tentu dengan nominal hadiah yang berbanding luar umum pula. Untuk yang kupon A atau 5000 rupiah dapat bisa hadiah hingga 1 Miliar, meskipun kupon B cuma Rp 3,6 juta. Tetapi demikian, pada waktu itu tentu jumlah hal yang demikian amat luar umum.
Akhir masa kejayaan undian bola yang ada di Indonesia
Walaupun masuk dalam klasifikasi sah waktu itu, tapi akibatnya SDSB mengalami masa terperosoknya juga. Ya, hal itu lantaran adanya sebagian alasan yang menggambarkan apabila undian ini telah tak murni seperti dahulu. Semisal saja, banyak oknum yang bermain curang dengan tak menyetorkan hasil ke pihak berwenang sampai tindak kriminalitas imbas SDSB ini.
Belum lagi maraknya kasus lain misalnya hutang menumpuk sampai kemiskinan yang meraja rela. Akhirnya mahasiswa bahkan tergerak dengan mengerjakan demo besar bertajuk anti SDSB. Sampai akibatnya tahun 1993 undian ini sah ditiadakan dari Indonesia.
Terlepas dari benar salah atau halal haram dari undian ini, sejatinya memang benar jadi salah satu sejarah undian di Indonesia. Tetapi lantaran memperhatikan nasib masyarakat yang bahkan memburuk, akhirnya ketentuannya bahkan ditiadakan. Dari sini kita dapat tahu usaha pemerintah yang sejatinya berkeinginan belajar untuk lebih hati-hati dalam membikin keputusan.
